Pages - Menu

Sunday, November 25, 2018

Eksportir Jatim Resah Dengan Pemberlakuan Fumigasi Barantan

Exportir Resah atas Berlakunya Fumigasi Standart Barantan 

 

Kalangan ekspotir di Jatim kini resah, menyusul diberlakukannya fumigasi prosedur baru oleh Balai Karantina Pertanian (Barantan), karena hingga kini mereka masih mempertanyakan pemberlakuan aturan yang terlalu menggeneralisir dan menyebabkan pembengkakan biaya.


Informasi dari sejumlah Perusahaan Pengurusan Jasa Kepelabuhanan (PPJK) dan forwarder, di Surabaya, Selasa, menuturkan, mereka selama ini mendapat protes pengguna jasa (eksportir), karena melakukan fumigasi, sementara pembeli (buyer) tidak mensyaratkan.

Menurut mereka, sejumlah eksportir tidak menghendaki kelengkapan dokumen dengan sertifikat Phytosanitary (Phytosnitary Certificate/PC), selama "buyer" tidak menghendaki.

Namun, PPJK maupun forwarder diwajibkan mengurus PC sebagai kelengkapan dokumen ekspor. "Kalau begini, pelaku usaha jadi bingung," kata pimpinan PPJK di Tanjung Perak Surabaya yang enggan disebut jatidirinya.

Apalagi, mengutip pernyataan eksportir, pemberlakuan fumigasi prosedur baru, dinilai semakin memperlemah daya saing komoditi Indonesia.

Contohnya, jika komoditi jagung satu kontainer 20 feet sebanyak 15 ton dan biaya fumigasi Rp1,5 juta, sedangkan harganya Rp1.700 per kilogram, maka komoditi harus dikenai biaya fumigasi Rp100 per kilogram.

Dengan demikian, margin yang didapat eksportir semakin menipis. Selain itu, komoditi itu susah bersaing dengan komoditi sejenis dari negara lain.

Fumigasi merupakan proses menghilangkan bakteri dan hama dalam petikemas dengan menyemprotkan zat kimia "metyl bromida" oleh fumigator. Biaya fumigasi ditanggung eksportir.

Berdasarkan aturan baru yang diberlakukan mulai 1 Juli 2006, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 271/2005 dan Keputusan Menteri Nomor 05/2006, mengharuskan fumigasi dilakukan di depo petikemas yang ditunjuk Barantan. Padahal sebelumnya fumigasi dilakukan di gudang eksportir.

Dengan demikian, eksportir harus menanggung biaya sewa depo petikemas serta biaya pengangkutan dari gudang eksportir ke depo petikemas yang ditunjuk Barantan.

Selain itu, eksportir juga harus menanggung kenaikan biaya akibat ketentuan penambahan kadar metyl bromida sesuai dengan yang ditentukan Barantan.

Contohnya, biaya penyemprotan metyl bromida dengan kadar 48 gr/m3, biayanya naik dari Rp200 ribu menjadi Rp1,5 juta per petikemas ukuran 20 feet.

Sementara itu, untuk petikemas ukuran yang sama, tapi dengan kadar 80 gr/m3, biayanya meningkat dari Rp300 ribu menjadi Rp1,6 juta. 
 
(Sumber : Kapanlagi.com)

No comments:

Post a Comment